Saya
sedang memandang ke langit-langit diatas ranjang tidur saya saat ini. Ada
perkelahian sengit antara sekawanan cicak dan seekor capung yang seakan sedang
mencari gara-gara. Terpaku saya berbaring sambil melipat kedua tangan menjadi
penyanggah kepala pengganti bantal. Dalam hati tak begitu saya peduli. Siapapun
yang akan menjadi pemenangnya asal tak ada lagi kotoran cicak atau bangkai
serangga diatas ranjang tidur saya besok pagi, itu saja sudah cukup membantu.
Siapapun yang akan kalah dan terluka, tetap saja saya yang repot.
Layaknya
kejadian tersebut sebelum saya beranjak tidur,
sedang begitu giat menulis dan bercerita, kebetulan saya ketika SMP dulu
adalah seorang Ketua Palang Merah Remaja (PMR) di sekolah. Belajar banyak
tentang penanganan medis, obat-obatan, dan penanggulangan korban bencana alam termasuk
sejarah berdirinya PMI saat peperangan dunia kala itu sedang terjadi.
Seperti
halnya peperangan antara cicak dan capung diatas ranjang saya malam ini.
Tercetusnya ide untuk membuat gerakan kepedulian terhadap para korban perang
dunia II saat itu menjadi salah satu alasan terbentuknya kelembagaan sosial
yang dinamakan Palang Merah Indonesia. Ketika itu tak ada kepentingan apapun
selain misi kemanusiaan. Siapapun atau dari pihak manapun yang menang itu tak
jadi perihal, selalu lebih peduli kepada kedamaian dan keselamatan jadi tonggak
utama para pejuang kesehatan ini dalam menjalankan setiap tugas dan
tanggungjawabnya.
Berkaca
lagi dari kejadian ini, Palang Merah Indonesia (PMI) adalah lembaga sosial
kemanusiaan yang netral dan mandiri, yang didirikan dengan tujuan untuk
membantu meringankan penderitaan sesama manusia akibat bencana, baik bencana
alam maupun bencana akibat ulah manusia, tanpa membedakan latar belakang korban
yang ditolong. Kepedulian yang sama dimanapun dan untuk siapapun pada akhirnya
menjadikan lembaga ini salah satu wadah yang sangat baik dalam misi perdamaian
dunia pada skala kemanusiaan.
Jarang
dari kita saat terjadi persengketaan, perdebatan, dan atau kerusuhan berpikir
akan sisi kemanusiaan yang timbul saat mulai jatuhnya korban, dari pihak
manapun. Kepedulian itu yang PMI gagas untuk masa depan Indonesia yang
sejahtera tanpa peperangan dan perpecahan, sehingga pada akhirnya tugas pokok
PMI akan menjadi lebih ringan karena penderitaan hanya mungkin terjadi saat
terjadi bencana dan musibah alam saja, bukan lagi ulah konflik antar manusia
dengan berbagai kepentingan.
Sejarahpun
mencatat, pada tanggal 3 September 1945. Presiden Soekarno menginstruksikan Menteri Kesehatan saat itu, yakni dr. Buntaran
Martoatmodjo untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional sebagai suatu
fakta nyata kemerdekaan Indonesia kepada dunia internasional dan menunjukkan
eksistensi keberadaan Negara Indonesia pasca kemerdekaan.
Pada
15 Juni 1950, keberadaan PMI juga diakui secara internasional, koleh Komite
Palang Merah Internasional. Kemudian berselang 5 bulan, PMI diterima menjadi
anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Perhimpunan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah.
Karena
pada prinsipnya memberikan manfaat adalah komunikasi terhebat. Menyatukan
seluruh elemen masyarakat dengan ikatan kunci kemanusiaan yang sama Hak dan
Kewajibannya. PMI menjadi organisasi yang layak diberikan apresiasi, terlebih
para sukarelawan yang terlibat aktf didalamnya. Masyarakat sering mengaitkan
PMI dengan Donor Darah. Begitupun saya yang pernah bekerjasama saat masa kuliah
dulu bersama Himpunan Mahasiswa bekerjasama dengan PMI mengadakan Kegiatan Donor
Darah gratis, pelayanan yang baik dan ramah oleh para petugas, sambutan dan penerimaan
yang baik juga terhadap permohonan kerjasama kami saat itu membuat citra luar
biasa terhadap lembaga kemanusiaan yang satu ini dimata para mahasiswa.
Kesan
warga desa saat itu terhadap acara kami juga sangat antusias dan beberapa dari
mereka belum paham mengenai donor/transfusi darah dan apa itu PMI khususnya.
Memperkenalkan lembaga hebat ini ke masyarakat luas menjadi kegiatan tambahan
saya dan rekan-rekan mahasiswa saat itu. Karena kepeduliaan layak dibagikan dan
dihargai keberadaannya. Mari mensejahterakan hajat orang banyak, bersama saling
menjaga kerukunan dan membantu kekurangan yang membutuhkan dengan setetes darah
dapat mengurangi penderitaan keluarga kita di nusantara bahkan seluruh dunia.
Salam
dari gerakan hati yang jauh lebih peka dan peduli, tidak seperti cicak dan
capung yang saya abaikan. Jika saya bisa melerai sebelum adanya korban. Akan
lebih indah buah dari perjuangan tuk menciptakan perdamaian. Namun jika tidak
ada kuasa tuk mengakhiri pertikaian, cukup menaruh kepedulian terhadap akibat
yang diciptakan.
Semoga
generasi selanjutnya akan mengenal baik makna toleransi dan tolong menolong.
Karena Indonesia diwariskan begitu banyak kenikmatan lahir dan saatnya menciptakan
kenyamanan bathin yang merupakan tanggungjawab kita bersama.
Saat
ini saya sedang melihat kelangit-langit yang berbeda, berbaring dengan alat
transfusi darah di lengan saya. Menikmati setiap tetes mengalir bukti
kepedulian saya terhadap masa depan orang lain yang membutuhkan. Bersama PMI,
dimanapun untuk siapapun.
Copyright dan URL Photo :
Donor Darah di Gereja St. Ambrosius,
10 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar