Sabtu, 11 Juni 2016

“PMI, Dimanapun untuk Siapapun”





Saya sedang memandang ke langit-langit diatas ranjang tidur saya saat ini. Ada perkelahian sengit antara sekawanan cicak dan seekor capung yang seakan sedang mencari gara-gara. Terpaku saya berbaring sambil melipat kedua tangan menjadi penyanggah kepala pengganti bantal. Dalam hati tak begitu saya peduli. Siapapun yang akan menjadi pemenangnya asal tak ada lagi kotoran cicak atau bangkai serangga diatas ranjang tidur saya besok pagi, itu saja sudah cukup membantu. Siapapun yang akan kalah dan terluka, tetap saja saya yang repot.
Layaknya kejadian tersebut sebelum saya beranjak tidur,  sedang begitu giat menulis dan bercerita, kebetulan saya ketika SMP dulu adalah seorang Ketua Palang Merah Remaja (PMR) di sekolah. Belajar banyak tentang penanganan medis, obat-obatan, dan penanggulangan korban bencana alam termasuk sejarah berdirinya PMI saat peperangan dunia kala itu sedang terjadi.
Seperti halnya peperangan antara cicak dan capung diatas ranjang saya malam ini. Tercetusnya ide untuk membuat gerakan kepedulian terhadap para korban perang dunia II saat itu menjadi salah satu alasan terbentuknya kelembagaan sosial yang dinamakan Palang Merah Indonesia. Ketika itu tak ada kepentingan apapun selain misi kemanusiaan. Siapapun atau dari pihak manapun yang menang itu tak jadi perihal, selalu lebih peduli kepada kedamaian dan keselamatan jadi tonggak utama para pejuang kesehatan ini dalam menjalankan setiap tugas dan tanggungjawabnya.
Berkaca lagi dari kejadian ini, Palang Merah Indonesia (PMI) adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri, yang didirikan dengan tujuan untuk membantu meringankan penderitaan sesama manusia akibat bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, tanpa membedakan latar belakang korban yang ditolong. Kepedulian yang sama dimanapun dan untuk siapapun pada akhirnya menjadikan lembaga ini salah satu wadah yang sangat baik dalam misi perdamaian dunia pada skala kemanusiaan.
Jarang dari kita saat terjadi persengketaan, perdebatan, dan atau kerusuhan berpikir akan sisi kemanusiaan yang timbul saat mulai jatuhnya korban, dari pihak manapun. Kepedulian itu yang PMI gagas untuk masa depan Indonesia yang sejahtera tanpa peperangan dan perpecahan, sehingga pada akhirnya tugas pokok PMI akan menjadi lebih ringan karena penderitaan hanya mungkin terjadi saat terjadi bencana dan musibah alam saja, bukan lagi ulah konflik antar manusia dengan berbagai kepentingan.
Sejarahpun mencatat, pada tanggal 3 September 1945. Presiden Soekarno menginstruksikan  Menteri Kesehatan saat itu, yakni dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional sebagai suatu fakta nyata kemerdekaan Indonesia kepada dunia internasional dan menunjukkan eksistensi keberadaan Negara Indonesia pasca kemerdekaan.
Pada 15 Juni 1950, keberadaan PMI juga diakui secara internasional, koleh Komite Palang Merah Internasional. Kemudian berselang 5 bulan, PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
Karena pada prinsipnya memberikan manfaat adalah komunikasi terhebat. Menyatukan seluruh elemen masyarakat dengan ikatan kunci kemanusiaan yang sama Hak dan Kewajibannya. PMI menjadi organisasi yang layak diberikan apresiasi, terlebih para sukarelawan yang terlibat aktf didalamnya. Masyarakat sering mengaitkan PMI dengan Donor Darah. Begitupun saya yang pernah bekerjasama saat masa kuliah dulu bersama Himpunan Mahasiswa bekerjasama dengan PMI mengadakan Kegiatan Donor Darah gratis, pelayanan yang baik dan ramah oleh para petugas, sambutan dan penerimaan yang baik juga terhadap permohonan kerjasama kami saat itu membuat citra luar biasa terhadap lembaga kemanusiaan yang satu ini dimata para mahasiswa.
Kesan warga desa saat itu terhadap acara kami juga sangat antusias dan beberapa dari mereka belum paham mengenai donor/transfusi darah dan apa itu PMI khususnya. Memperkenalkan lembaga hebat ini ke masyarakat luas menjadi kegiatan tambahan saya dan rekan-rekan mahasiswa saat itu. Karena kepeduliaan layak dibagikan dan dihargai keberadaannya. Mari mensejahterakan hajat orang banyak, bersama saling menjaga kerukunan dan membantu kekurangan yang membutuhkan dengan setetes darah dapat mengurangi penderitaan keluarga kita di nusantara bahkan seluruh dunia.
Salam dari gerakan hati yang jauh lebih peka dan peduli, tidak seperti cicak dan capung yang saya abaikan. Jika saya bisa melerai sebelum adanya korban. Akan lebih indah buah dari perjuangan tuk menciptakan perdamaian. Namun jika tidak ada kuasa tuk mengakhiri pertikaian, cukup menaruh kepedulian terhadap akibat yang diciptakan.
Semoga generasi selanjutnya akan mengenal baik makna toleransi dan tolong menolong. Karena Indonesia diwariskan begitu banyak kenikmatan lahir dan saatnya menciptakan kenyamanan bathin yang merupakan tanggungjawab kita bersama.
Saat ini saya sedang melihat kelangit-langit yang berbeda, berbaring dengan alat transfusi darah di lengan saya. Menikmati setiap tetes mengalir bukti kepedulian saya terhadap masa depan orang lain yang membutuhkan. Bersama PMI, dimanapun untuk siapapun.

Copyright dan URL Photo :
 
Donor Darah di Gereja St. Ambrosius, 10 Maret 2013

Share:

0 komentar:

Posting Komentar