Senin, 20 Juni 2016

Kafe Kopi: Idul Fitri di Tempat Kerja

Kafe Kopi: Idul Fitri di Tempat Kerja : Karya:  Sanjaya Koembara Diikutsertakan dalam lomba menulis Unexpected Ramadhan

Idul Fitri di Tempat Kerja 
 


“Perut saya bernyanyi lagi seperti biasa” Tersenyum saya setiap kali bunyi khas dari perut kerempeng ini terdengar. Terkadang begitu nyaring dan tak dapat diprediksi kehadirannya. Sebelumnya perkenalkan saya Sanjaya. Seorang lulusan SMA yang sedang magang di sebuah swalayan sambil menunggu jadwal masuk perkuliahan.
Memasuki bulan ramadhan kali ini, sedikit berbeda karena dijalani dengan status karyawan walau belum sampai 2 bulan saya bekerja. Di tempat kerja, ramadhan jadi berkah yang teramat besar. Tidak bukan karena kebutuhan para pelanggan menjadi bertambah dan omset penjualan barang di tempat saya bekerja juga semakin meningkat. Semangat, namun tidak begitu saat haus dan lapar berperang dengan keadaan yang berbanding terbalik menekan saya untuk lebih keras dan cepat dalam bekerja.
Customer Service, karena karyawan laki-laki baru dan juga baru lulus sekolah. Saya dan teman-teman baru saya sebut saja Bayu, Ridwan, juga si kembar Agus dan Agis bergantian mengikuti shift kerja kita menjaga loket tiket masuk kendaraan di depan gerbang utama swalayan.
Hari-Hari pertama puasa, sangat berat rasanya saat dapat bagian shift dua kerja. Datang tengah hari bolong, saat loket tiket terasa seperti Magic Jar yang siap memasak beras menjadi nasi. “Kamu semangat kerjanya ya, ada kipas tuh baru dipasang tadi sama Pak Satpam” Ridwan sebelum pulang dan bergantian denganku bilang. Alhamdulillah, ada kabar baik dari kotak ajaib kita.
Kendaraan bergantian berdatangan, tugas saya hanya melihat plat nomor kendaraan dan menulisnya di tiket masuk untuk kemudian diberikan ke para pengunjung yang membawa kendaraan tersebut. Pada sesekali waktu, beberapa menit berlalu tanpa ada kendaraan masuk. Saya merenung saat tukang becak lewat dengan seringnya, saya tahu jelas bapak itu juga pasti sedang berpuasa. Namun begitu kuatnya dia. Saya yang bekerja dengan duduk santai di kotak ini harusnya tidak mempunyai alasan tuk mengeluh.
Ingat cerita satu rekan kerja. Bayu bilang gaji tukang becak sepertinya lebih besar daripada gaji kita disini. “Masa sih?” Saya pun dibuat menghitung, jika sehari bapak penarik becak itu mendapat uang 25 ribu saja, maka selama satu bulan dia dapat uang 750 ribu. Bandingkan dengan gaji kita, 700 ribu belum lagi jika ada potongan ijin dan telat absen. “Hm, benar juga ya, baru sadar saya”.
Sudahlah, kembali lagi ini ramadhan. Bulannya bersyukur akan nikmat dan kesederhanaan hidup. Saat ini jangankan penarik becak. Seorang direktur perusahaan ataupun manager sekalipun akan merasakan kelaparan disiang hari. Jadi apa bedanya kita semua di Mata Allah saat ini. Hanya harta tak jadi penilaian untuk kita bahagia dan bersyukur untuk menjadi umat yang taat di Mata Allah.
Berakhir sudah lamunan saya terkait tukang becak. Datang seorang pengunjung yang masuk dengan motor gede nya. Saya awalnya biasa saja tak banyak menanggapi kerennya motor tersebut. Hanya tersenyum dan mengucap selamat datang, berharap diberikan senyuman dan sapaan balik dari setiap pengunjung termasuk pengendara yang satu ini. Namun tidak, plat nomor motor gede itu menghadap ke atas dan tertutup oleh bagian lampu depan. “Mohon maaf pak, bisa disebutkan nomor plat nya?” Saya pun bertanya.
Setengah membentak “Gak bisa lihat sendiri Mas? Mana saya hapal”. Ujian selanjutnya kesabaran, saya dalam hati bertanya, dia saja yang punya motor tidak hapal apalagi saya. Cukup menanggapi dengan senyum dan keluar dari loket tuk melihat langsung lebih dekat nomor plat dari motor itu.
Menulis didepannya dan saya berikan ke bapak itu langsung sambil mengucap terimakasih. Beliau langsung pergi tanpa senyum dan terlihat raut kurang senang dengan pelayanan saya.
Masuklah saya ke loket dan merenung kembali, begitu tega bapak tadi membuat saya begitu bersalah kali ini. Sudahlah, lagi-lagi saya harus ingat bahwa ini ramadhan tempat ujian kesabaran lebih ditingkatkan. Bapak dengan motor gede tadi mungkin hidupnya terlihat lebih mewah daripada anak kecil yang kepanasan kerja di kotak ajaib ini, tapi tidak lebih bahagia dari senyum saya barusan. Walau memaksa, namun ini usaha terbaik saya tuk menikmati hidup dan jadi jauh lebih bahagia.
Selesai dengan rasa bersalah saya, datanglah seorang ibu mondar-mandir yang sepertinya baru keluar seusai berbelanja. Dia terlihat cemas seperti sedang menunggu ada yang menjemputnya. Nampak begitu bingung, kebetulan loket sedang kosong dan tak ada pengunjung yang masuk. Saya sempatkan bertanya “Ada yang bisa dibantu bu?”. Ibu itupun menjawab dengan tersenyum “Tidak apa-apa dek, ibu lagi nunggu anak ibu. Dari rumah kabarnya sudah berangkat mau jemput, tapi belum datang juga”. Ternyata dia sedang cemas menunggu anaknya.
Tertegup seketika saya mendengar ucapan ibu itu. Sedih teringat Almarhumah ibu saya yang meninggal ketika saya kelas 2 SMA. Kalau beliau masih ada mungkin ada yang akan mencemaskan saya saat ini. Namun sudahlah, kembali ini bulan ramadhan. Bulan kasih sayang Allah terhadap umatnya, saya cukup berdo’a dan menyusun rencana untuk mengunjungi makam ibu sepulang kerja minggu depan saat dapat shift satu.
Anak ibu itu pun datang, dia mencium tangan ibu nya dan langsung mengangkat naik belanjaan ke kendaraan roda duanya. Ibu itu melambaikan tangan ke arah saya dengan senyum yang begitu melegakan. Saya membalas dengan senyum serupa dengan sedikit mengangguk dari dalam loket dikejauhan.
Hari-Hari beratpun berlalu sampai satu bulan dengan begitu banyak makna ramadhan saya dapatkan ditempat ini. Bersyukur tidak jadi pengangguran selama ramadhan. Tiba H-2 Idul Fitri, begitu ramai pengunjung yang berbelanja untuk keperluan lebaran. Sibuk mengatur jadwal pula untuk agenda Idul Fitri yang kabarnya swalayan akan tetap buka di hari H nanti.
Bayu datang dan menghampiri saya didalam loket yang sedang melaksanakan kerja di shift satu, “Je udah lihat jadwal libur pas lebaran gak?” Dia bertanya. Saya pun menggelengkan kepala. Berharap dia membawa kabar baik dari office terkait jadwal kita. “Kamu enak dapet jadwal H+1 setelah lebaran, aku di hari H masuk kerja”. Senang bercampur prihatin disaat yang sama. Begitulah pekerjaan menuntut kita. Coba menghibur dia “Tapi ada uang lembur kan Bay? Lumayan dong”. Bayu nampak kecewa dengan menggelengkan kepala, “Cuma dikasih kupon makan lebih di hari itu Je”.
Malang sekali nasib temanku ini, namun mengingatkan kembali sebagai teman tuk bersyukur “Lumayan Bay masih dikasih kelebihan, semangat ya”.
Tiba satu hari sebelum lebaran yang diagendakan sebelumnya, ada informasi baru mengenai jadwal idul fitri dari pemerintah yang ternyata jatuh tepat satu hari sesudahnya. Atau dalam kata lain diundur satu hari ketetapan waktunya.
Benar saja, Bayu selamat dan hanya perlu kerja di saat takbiran. Sedangkan saya menggantikan posisinya yang saat ini jatuh jadwal kerjanya di hari H Idul Fitri. Tak banyak berkomentar, hanya ikut senang dengan kebahagiaan yang baru saja diterima teman saya.
Kembali dengan kata yang terlontar dari mulut saya ke Bayu tempo hari. “Lumayan masih dikasih kelebihan, semangat ya”. Coba menyemangati diri sendiri dan bersyukur ditempatkan ditempat manapun yang terbaik sampai saat ini.
Malam takbiran masih bisa ikut merayakan keriuhan dan kekhidmatan dipenghujung akhir ramadhan di mesjid dekat rumah. Besok paginya selepas shalat ied, bersilaturahim bermaafan dengan keluarga dan tetangga, meninggalkan rumah sesegera tuk melanjutkan kerja di siang harinya. Belum sempat begitu menikmati Idul Fitri kali ini.
Namun jangan salah, saat di loket kerja tanpa diduga saya mendapat lebih banyak senyuman dan sapaan dari para pengunjung yang datang tuk berbelanja dengan keluarganya. Nampaknya Idul Fitri ini membuat orang-orang jauh lebih bahagia dari sebelumnya, sampai akhirnya bapak pengendara motor gede tempo hari datang kembali, namun bedanya hari ini dia menyebutkan sendiri nomor plat motornya dan mengucapkan terimakasih pada saya setelah menerima tiket nya.
Masya Allah, berkah ramadhan sampai dipenghujung bulan. Terimakasih untuk selalu diingatkan oleh keadaan, didewasakan oleh perasaan baik dan memperbaiki oleh setiap kejadian disekitar saya.
Mengenal baik makna sabar, syukur, kasih sayang, dan keimanan di ramadhan tahun ini ditempat kerja saya sebagai karyawan baru.
Semoga selepas Idul Fitri ini dapat jadi manusia yang baru, lebih baik lagi dalam ketaatan dan istiqomah dalam kebaikan. Barakallahu ramadhan.
 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar