Kafe Kopi: Idul Fitri di Tempat Kerja : Karya: Sanjaya Koembara Diikutsertakan dalam lomba menulis Unexpected Ramadhan
Idul Fitri di Tempat Kerja
“Perut
saya bernyanyi lagi seperti biasa” Tersenyum saya setiap kali bunyi khas dari
perut kerempeng ini terdengar. Terkadang begitu nyaring dan tak dapat
diprediksi kehadirannya. Sebelumnya perkenalkan saya Sanjaya. Seorang lulusan
SMA yang sedang magang di sebuah swalayan sambil menunggu jadwal masuk
perkuliahan.
Memasuki
bulan ramadhan kali ini, sedikit berbeda karena dijalani dengan status karyawan
walau belum sampai 2 bulan saya bekerja. Di tempat kerja, ramadhan jadi berkah
yang teramat besar. Tidak bukan karena kebutuhan para pelanggan menjadi
bertambah dan omset penjualan barang di tempat saya bekerja juga semakin
meningkat. Semangat, namun tidak begitu saat haus dan lapar berperang dengan
keadaan yang berbanding terbalik menekan saya untuk lebih keras dan cepat dalam
bekerja.
Customer
Service, karena karyawan laki-laki baru dan juga baru lulus sekolah. Saya dan
teman-teman baru saya sebut saja Bayu, Ridwan, juga si kembar Agus dan Agis
bergantian mengikuti shift kerja kita menjaga loket tiket masuk kendaraan di
depan gerbang utama swalayan.
Hari-Hari
pertama puasa, sangat berat rasanya saat dapat bagian shift dua kerja. Datang
tengah hari bolong, saat loket tiket terasa seperti Magic Jar yang siap memasak
beras menjadi nasi. “Kamu semangat kerjanya ya, ada kipas tuh baru dipasang
tadi sama Pak Satpam” Ridwan sebelum pulang dan bergantian denganku bilang.
Alhamdulillah, ada kabar baik dari kotak ajaib kita.
Kendaraan
bergantian berdatangan, tugas saya hanya melihat plat nomor kendaraan dan
menulisnya di tiket masuk untuk kemudian diberikan ke para pengunjung yang
membawa kendaraan tersebut. Pada sesekali waktu, beberapa menit berlalu tanpa
ada kendaraan masuk. Saya merenung saat tukang becak lewat dengan seringnya,
saya tahu jelas bapak itu juga pasti sedang berpuasa. Namun begitu kuatnya dia.
Saya yang bekerja dengan duduk santai di kotak ini harusnya tidak mempunyai
alasan tuk mengeluh.
Ingat
cerita satu rekan kerja. Bayu bilang gaji tukang becak sepertinya lebih besar
daripada gaji kita disini. “Masa sih?” Saya pun dibuat menghitung, jika sehari
bapak penarik becak itu mendapat uang 25 ribu saja, maka selama satu bulan dia
dapat uang 750 ribu. Bandingkan dengan gaji kita, 700 ribu belum lagi jika ada
potongan ijin dan telat absen. “Hm, benar juga ya, baru sadar saya”.
Sudahlah,
kembali lagi ini ramadhan. Bulannya bersyukur akan nikmat dan kesederhanaan
hidup. Saat ini jangankan penarik becak. Seorang direktur perusahaan ataupun
manager sekalipun akan merasakan kelaparan disiang hari. Jadi apa bedanya kita
semua di Mata Allah saat ini. Hanya harta tak jadi penilaian untuk kita bahagia
dan bersyukur untuk menjadi umat yang taat di Mata Allah.
Berakhir
sudah lamunan saya terkait tukang becak. Datang seorang pengunjung yang masuk dengan
motor gede nya. Saya awalnya biasa saja tak banyak menanggapi kerennya motor
tersebut. Hanya tersenyum dan mengucap selamat datang, berharap diberikan
senyuman dan sapaan balik dari setiap pengunjung termasuk pengendara yang satu
ini. Namun tidak, plat nomor motor gede itu menghadap ke atas dan tertutup oleh
bagian lampu depan. “Mohon maaf pak, bisa disebutkan nomor plat nya?” Saya pun
bertanya.
Setengah
membentak “Gak bisa lihat sendiri Mas? Mana saya hapal”. Ujian selanjutnya kesabaran,
saya dalam hati bertanya, dia saja yang punya motor tidak hapal apalagi saya.
Cukup menanggapi dengan senyum dan keluar dari loket tuk melihat langsung lebih
dekat nomor plat dari motor itu.
Menulis
didepannya dan saya berikan ke bapak itu langsung sambil mengucap terimakasih.
Beliau langsung pergi tanpa senyum dan terlihat raut kurang senang dengan
pelayanan saya.
Masuklah
saya ke loket dan merenung kembali, begitu tega bapak tadi membuat saya begitu bersalah
kali ini. Sudahlah, lagi-lagi saya harus ingat bahwa ini ramadhan tempat ujian
kesabaran lebih ditingkatkan. Bapak dengan motor gede tadi mungkin hidupnya
terlihat lebih mewah daripada anak kecil yang kepanasan kerja di kotak ajaib
ini, tapi tidak lebih bahagia dari senyum saya barusan. Walau memaksa, namun
ini usaha terbaik saya tuk menikmati hidup dan jadi jauh lebih bahagia.
Selesai
dengan rasa bersalah saya, datanglah seorang ibu mondar-mandir yang sepertinya
baru keluar seusai berbelanja. Dia terlihat cemas seperti sedang menunggu ada yang
menjemputnya. Nampak begitu bingung, kebetulan loket sedang kosong dan tak ada
pengunjung yang masuk. Saya sempatkan bertanya “Ada yang bisa dibantu bu?”. Ibu
itupun menjawab dengan tersenyum “Tidak apa-apa dek, ibu lagi nunggu anak ibu.
Dari rumah kabarnya sudah berangkat mau jemput, tapi belum datang juga”.
Ternyata dia sedang cemas menunggu anaknya.
Tertegup
seketika saya mendengar ucapan ibu itu. Sedih teringat Almarhumah ibu saya yang
meninggal ketika saya kelas 2 SMA. Kalau beliau masih ada mungkin ada yang akan
mencemaskan saya saat ini. Namun sudahlah, kembali ini bulan ramadhan. Bulan
kasih sayang Allah terhadap umatnya, saya cukup berdo’a dan menyusun rencana
untuk mengunjungi makam ibu sepulang kerja minggu depan saat dapat shift satu.
Anak
ibu itu pun datang, dia mencium tangan ibu nya dan langsung mengangkat naik belanjaan
ke kendaraan roda duanya. Ibu itu melambaikan tangan ke arah saya dengan senyum
yang begitu melegakan. Saya membalas dengan senyum serupa dengan sedikit
mengangguk dari dalam loket dikejauhan.
Hari-Hari
beratpun berlalu sampai satu bulan dengan begitu banyak makna ramadhan saya
dapatkan ditempat ini. Bersyukur tidak jadi pengangguran selama ramadhan. Tiba
H-2 Idul Fitri, begitu ramai pengunjung yang berbelanja untuk keperluan lebaran.
Sibuk mengatur jadwal pula untuk agenda Idul Fitri yang kabarnya swalayan akan
tetap buka di hari H nanti.
Bayu
datang dan menghampiri saya didalam loket yang sedang melaksanakan kerja di
shift satu, “Je udah lihat jadwal libur pas lebaran gak?” Dia bertanya. Saya
pun menggelengkan kepala. Berharap dia membawa kabar baik dari office terkait
jadwal kita. “Kamu enak dapet jadwal H+1 setelah lebaran, aku di hari H masuk
kerja”. Senang bercampur prihatin disaat yang sama. Begitulah pekerjaan menuntut
kita. Coba menghibur dia “Tapi ada uang lembur kan Bay? Lumayan dong”. Bayu
nampak kecewa dengan menggelengkan kepala, “Cuma dikasih kupon makan lebih di
hari itu Je”.
Malang
sekali nasib temanku ini, namun mengingatkan kembali sebagai teman tuk bersyukur
“Lumayan Bay masih dikasih kelebihan, semangat ya”.
Tiba
satu hari sebelum lebaran yang diagendakan sebelumnya, ada informasi baru
mengenai jadwal idul fitri dari pemerintah yang ternyata jatuh tepat satu hari
sesudahnya. Atau dalam kata lain diundur satu hari ketetapan waktunya.
Benar
saja, Bayu selamat dan hanya perlu kerja di saat takbiran. Sedangkan saya
menggantikan posisinya yang saat ini jatuh jadwal kerjanya di hari H Idul
Fitri. Tak banyak berkomentar, hanya ikut senang dengan kebahagiaan yang baru
saja diterima teman saya.
Kembali
dengan kata yang terlontar dari mulut saya ke Bayu tempo hari. “Lumayan masih
dikasih kelebihan, semangat ya”. Coba menyemangati diri sendiri dan bersyukur
ditempatkan ditempat manapun yang terbaik sampai saat ini.
Malam
takbiran masih bisa ikut merayakan keriuhan dan kekhidmatan dipenghujung akhir
ramadhan di mesjid dekat rumah. Besok paginya selepas shalat ied,
bersilaturahim bermaafan dengan keluarga dan tetangga, meninggalkan rumah
sesegera tuk melanjutkan kerja di siang harinya. Belum sempat begitu menikmati
Idul Fitri kali ini.
Namun
jangan salah, saat di loket kerja tanpa diduga saya mendapat lebih banyak
senyuman dan sapaan dari para pengunjung yang datang tuk berbelanja dengan
keluarganya. Nampaknya Idul Fitri ini membuat orang-orang jauh lebih bahagia
dari sebelumnya, sampai akhirnya bapak pengendara motor gede tempo hari datang
kembali, namun bedanya hari ini dia menyebutkan sendiri nomor plat motornya dan
mengucapkan terimakasih pada saya setelah menerima tiket nya.
Masya
Allah, berkah ramadhan sampai dipenghujung bulan. Terimakasih untuk selalu
diingatkan oleh keadaan, didewasakan oleh perasaan baik dan memperbaiki oleh
setiap kejadian disekitar saya.
Mengenal
baik makna sabar, syukur, kasih sayang, dan keimanan di ramadhan tahun ini
ditempat kerja saya sebagai karyawan baru.
Semoga
selepas Idul Fitri ini dapat jadi manusia yang baru, lebih baik lagi dalam
ketaatan dan istiqomah dalam kebaikan. Barakallahu ramadhan.